Translate to : English French German Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Hilangkan Perbedaan "Kasta"

Sabtu, 25 September 2010

Di kantor saya ada seorang atasan yang senang berbicara tentang "kasta" untuk membedakan antara atasan dan bawahan. Saya sengaja mengangkat masalah ini karena tidak semua atasan atau "orang kaya" yang selalu mengungkapkan istilah ini.
Kisah nyata ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu seorang sahabat, Edo Kusnadi masih sekantor dengan saya. Setiap sore kami bermain table soccer. Permainan yang sangat seru, dimainkan 4 orang. Siapa saja yang suka bermain table soccer tersebut? Dari berbagai "kasta" eh salah ya... dari berbagai golongan. Ada Kabiro, Senior Officer sampai office boy dan teman-teman karyawan outsource. Pada saat permainan yang berlangsung seru, para pemain table soccer melepaskan "jabatan dan pangkatnya". Tidak ada boss dan tidak ada bawahan. Kita sama. Yaitu sebagai pemain table soccer yang bermain dengan sportif untuk meraih kemenangan.
Tidak berarti untuk menyenangkan atasan/boss maka sang bawahan sengaja mengalah. Dalam olah raga, sportifitas sangat dijunjung tinggi.
Bagaimana penerapan di pekerjaan? Coba Anda lihat banyak orang-orang disekitar kita yang dalam bekerja selalu mencari muka, menjilat muka atasannya agar mendapat keuntungan. Agar disayang atasannya, agar dapat diselamatkan atasannya, agar naik gaji yang besar dan masih banyak lagi. Fenomena seperti ini sangat sulit dihindari karena banyak atasan/bos yang lebih suka dengan bawahan yang penurut, mengikuti semua perintahnya dan bersikap "yes man". Sudah saatnya kita berani mendobrak tradisi ini. Anda dibayar oleh perusahaan bukan oleh atasan/bos Anda. Sebagai profesional, tunjukkan kalau Anda itu bisa menjalankan semua tugas dengan baik sesuai kompetensi Anda. Tidak perlu melakukan cara-cara yang tidak sportif. Jika Anda mampu melakukan semua pekerjaan dengan baik, maka semua orang akan mengakuinya dan kesuksesan pasti menyertai Anda.
Kembali kepada sang atasan yang suka "kasta", seharusnya dia belajar dari sahabat saya Edo Kusnadi. Siapa sich yang tidak kenal Edo ? Walau mempunyai banyak "kelebihan" dia tidak pernah berbicara tentang "kasta". Dia mau bergaul dengan siap saja, dari boss sampai office boy. Sebuah pelajaran sederhana yang patut Anda teladani.
Sebentar lagi sang sahabat akan kembali ke Jakarta setelah menyelesaikan S2nya. Namun dia tidak kembali bergabung dengan kami. Tapi persahabatan kami akan terus berlangsung. Saya mengharapkan suatu waktu ,kami bisa reuni untuk bertanding table soccer kembali tanpa memandang "kasta" karena Edo akan menjadi salah satu pejabat di perusahaan besar dan terkenal. Ayo singkirkan istilah "kasta" karena semua orang sama di mata Tuhan.

0 komentar:

Posting Komentar

Menggugah gagasan, merefleksikan pemikiran dan menerobos relung harapan