Translate to : English French German Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Pantang Jadi Runner Up.

Senin, 22 Desember 2014

Pantang Jadi Runner Up.
Ini kisah anak saya Odetta Jeffin Wijaya ( 14 tahun)
"Sejak kelas 1 - 4 saya selalu mendapat ranking 2. Saya sangat penasaran kenapa tidak bisa menjadi juara 1. Saya bertekad menjadi juara 1. Maka saya harus melakukan PERUBAHAN.  Saya harus  belajar lebih giat. Seusai pulang sekolah, saya selalu mempersiapkan pelajaran untuk esok hari.  Saat ada ulangan maka saya  bangun jam 4.30 untuk mengulang pelajaran.  Ada harga mahal yang harus dibayar untuk meraih suatu keberhasilan dan saya bertekad untuk meraihnya. .  Akhirnya  di kelas 5  saya jadi juara 1 dan terus  dipertahankan sampai saat ini ( kelas 8). Kerja keras, komitmen , berani hadapi tantangan, never give up dan selalu bersyukur atas pencapaian-pencapaian selama ini,  maka  akan menjadi juara. Memang mempertahankan jauh lebih sulit daripada meraih namun jika kita serius dan mempunyai tekad yang besar maka yakinlah hal itu akan bisa dilakukan. Saya bisa pasti Anda juga bisa. Karena di dalam diri setiap orang terdapat "api kecil" yang tersimpan di dalam, nah diperlukan pemacu agar terjadi percikan sehingga "api" itu bisa berkobar menjadi "api besar" yaitu semangat untuk melakukan perubahan dalam hidup. Jika sudah memiliki "api besar" maka Anda harus menjaganya agar tidak padam. Cara menjaga api agar tidak padam adalah selalu ingat apa visi dan misi dalam hidup. Lakukan dengan sebaik-baiknya visi misi Anda. Seperti saya yang mempunyai visi yaitu Pantang Menjadi Runner Up dan akhirnya saya bisa menuntaskannya dengan menjadi juara 1. Sekali "api berkobar besar" pantang untuk menjadi "api kecil" lagi. Ayo kita sama-sama buktikan."

Pantang Jadi Runner Up

Pantang Jadi Runner Up.

Ini kisah anak saya Odetta Jeffin Wijaya ( 14 tahun).

" Sejak kelas 1 - 4 saya selalu mendapat ranking 2. Saya sangat penasaran kenapa tidak bisa menjadi juara 1. Saya bertekad menjadi juara 1. Maka saya harus melakukan PERUBAHAN.  Saya harus  belajar lebih giat. Seusai pulang sekolah, saya selalu mempersiapkan pelajaran unuk esok hari.  Saat ada ulangan maka saya  bangun jam 4.30 untuk mengulang pelajaran.  Ada harga mahal yang harus dibayar untuk meraih suatu keberhasilan dan saya bertekad untuk meraihnya. .  Akirnya  di kelas 5  saya jadi juara 1 dan terus  dipertahankan sampai saat ini ( kelas 8). Kerja keras, komitmen , berani hadapi tantangan, never give up dan selalu bersyukur atas pencapaian-pencapaian selama ini,  maka  akan menjadi juara. Memang mempertahankan jauh lebih sulit daripada meraih namun jika kita serius dan mempunyai tekad yang besar maka yakinlah hal itu akan bisa dilakukan. Saya bisa pasti Anda juga bisa. Karena di dalam diri setiap orang terdapat "api kecil" yang tersimpan di dalam, nah diperlukan pemacu agar terjadi percikan sehingga "api" itu bisa berkobarmenjadi "api besar" yaitu semangat untuk melakukan perubahan dalam hidup. Jika sudah memiliki "api besar" maka Anda harus menjaganya agar tidak padam. Cara menjaga api agar tidak padam adalah selalu ingat apa visi dan misi dalam hidup. Lakukan dengan sebaik-baiknya visi misi Anda. Seperti saya yang mempunyai visi yaitu Pantang Menjadi Runner Up dan akhirnya saya bisa menuntaskannya dengan menjadi juara 1. Sekali "api berkobar besar" pantang untuk menjadi "api kecil" lagi. Ayo kita sama - sama buktikan.

Kamis, 04 Desember 2014

 

 


 

CUPLIKAN BUKU   LOVE =TIME + ATTENTION

Jeannetta L. Suhendro

Timoteus Talip

Saat ini banyak orang yang merasa waktunya habis untuk bekerja dan bekerja, sehingga mereka lebih mengorbankan waktu untuk keluarganya. Ilustrasinya sebagai berikut: setiap pagi banyak orang bergegas berangkat kerja saat masih gelap (sekitar jam 5.00 – 6.00) dengan menempuh perjalanan yang jauh dan macet. Saat berangkat, anak-anaknya masih lelap tertidur.

TIBA DI RUMAH BIASANYA di atas jam 20.00 - bahkan ada yang diatas jam 22.00, saat anak-anaknya sudah bersiap tidur atau bahkan sudah tidur. Jadi selama 5 hari kerja, boleh dikatakan hampir tidak ada interaksi dengan anak. Sementara, Sabtu dan Minggu kadang­kala masih dipergunakan untuk urusan pekerjaan.

Tak mengherankan banyak anak-anak yang kehilangan figur ayah-ibunya dan mereka lebih dekat dengan para pengasuh atau kakek-neneknya. Padahal anak meru­pakan titipan Tuhan kepada para orangtua untuk dibe­sarkan dengan cinta dan perhatian.

Tepatlah istilah LOVE = TIME plus ATTENTION yang jika dijabarkan adalah:

LOVE itu adalah Let Our Value be Enhanced. Dengan adanya LOVE/CINTA maka nilai-nilai di dalam keluarga kita diharapkan akan terus berkembang.

TIME sendiri merupakan singkatan dari To Increase More Engagement. Yang bisa diartikan sebagai: perlunya TIME/WAKTU untuk menjalin kebersa­maan yang lebih erat.

Sedangkan Attention merupakan perhatian yang harus diberikan agar bisa mewujudkan cinta. Unsur kata ATTENTION itu terdiri dari 9 huruf yang akan dianalogikan sebagai 9 pilar kebahagiaan.

9 Pilar Kebahagiaan.

Untuk mewujudkan kebahagiaan maka di dalam ke­hidupan keluarga harus ada 9 pilar yang berdiri sejajar menjadi penyangga bangunan rumah. Kesembilan pilar tersebut adalah: Time, Attention, Unconditional Love, Communication, Respect, Trust, Concistency, Commit­ment, Spiritual.

1. Time merupakan faktor penting dalam membina kebahagiaan. Jika tidak menyediakan waktu yang

Love = Time + Attention

vi

berkualitas, kebahagiaan hanya merupakan sebuah kata indah tanpa makna. Kesibukan orangtua dalam bekerja sering mengorbankan waktu berkualitas terhadap anak-anaknya. Jika tidak dibenahi, lama-kela­maan anak akan mencari “orangtua” lain yang mungkin bisa lebih dianggap memperhatikannya. Banyak orang yang menjadikan “waktu” itu sebagai alasan sulitnya menata kehidupan keluarga. Padahal, jika bisa menga­tur waktu dengan baik, kesulitan itu bisa diatasi. Ingat semua orang di dunia diberi waktu yang sama selama sehari, yaitu 24 jam. Jika ada orang yang bisa menga­tur waktu dengan baik, kenapa Anda tidak bisa?

2. Attention. Pada dasarnya setiap orang memerlukan perhatian. Memberi perhatian kecil, maka akan besar dampaknya. Perhatian bisa berupa pujian, komentar positif dan mengucapkan terima kasih atas hal positif yang sudah dilakukan anak. Perhatian juga bisa dalam bentuk lain seperti memonitor hasil belajar anak, menanyakan kegiatan di luar sekolah, meminta anak bercerita atas film yang ditontonnya dan lain-lain.

3. Unconditional Love merupakan cinta tanpa syarat dari orangtua kepada anak-anaknya. Sudah selayaknya kasih sayang antara orangtua dan anak terus dijaga dan terus ditingkatkan. Pada saat-saat anak mengal­ami masalah maka cinta orangtua akan menjadi salah satu penguat untuk mengatasi masalah tersebut.

4. Communication. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi 2 arah. Kadangkala orangtua lebih suka menjadi orangtua yang dominan dan berkomunikasi searah dengan menyuruh, mengatur tanpa memberi­kan kesempatan anak untuk menjelaskan. Komunikasi 2 arah akan membuat anak nyaman dan mau menjadi “sahabat”. Kadangkala anak lebih mudah berkomuni­kasi dengan orang lain daripada orangtuanya. Maka diperlukan komunikasi yang efektif dan efisien dari orangtua agar anak mau menceritakan segala perma­salahannya. Namun ada orangtua yang terlalu sibuk, sehingga saat anak akan berkomunikasi (curhat) maka mereka akan menanggapinya dengan terburu-buru. Bahkan di zaman yang semakin maju, banyak orangtua yang berkomunikasi cukup melalui handphone.

5. Respect. Rasa saling menghormati dan menghargai merupakan hal yang harus ada di dalam lingkungan keluarga. Jika anak tidak dihargai maka ia akan merasa tidak ada artinya di dalam keluarga tersebut. Memberi­kan pujian atas hal yang telah dilakukan anak, itu sudah merupakan rasa respect.

6. Trust. Sebagai orangtua, harus mempunyai rasa percaya atas apa yang dilakukan anak. Jangan terlalu mencemaskan anak, awasi dari jauh dan beri saran jika salah. Anak akan membalas dengan hal yang baik atas kepercayaan yang diberikan orangtuanya. John Maxwell menuliskan resep TRUST untuk membangun kepercayaan, yaitu Time (waktu), artinya berilah waktu Anda yang vii


Love = Time + Attention

berkualitas untuk keluarga, Respect (penghargaan) arti­nya berilah dan tunjukkan penghargaan kepada anggota keluarga, Unconditional Positive Regard (rasa hormat positif tanpa syarat), artinya menaruh hormat kepada siapa pun, Sensitivity (kepekaan) artinya peka terhadap kebutuhan orang lain dengan lebih banyak mendengar­kan daripada berbicara dan Touch (sentuhan) artinya selalu berikan dorongan, pelukan hangat, jabat tangan kepada semua anggota keluarga.

7. Concistency. Konsisten merupakan suatu hal sulit dilakukan. Jika orangtua mengatakan suatu hal, maka ia juga harus konsisten menjalankannya agar anak bisa mengikutinya. Adakalanya apa yang telah diucapkan ti­dak konsisten dilakukan dan ini bisa menjadi preseden yang kurang baik.

8. Commitment. Untuk mewujudkan kebahagiaan, di­perlukan komitmen bersama tentang apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Diskusikan ber­sama dan tentukan bagaimana menjalankannya agar tidak ada yang melanggar.

9. Spiritual. Merupakan hal yang sangat penting kare­na semua kehidupan kita berasal dari Tuhan. Sudah selayaknya semua anggota keluarga mempunyai ke­hidupan spiritual yang baik. Peranan orangtua mendi­dik sisi kehidupan spiritual anak-anaknya sejak kecil, akan membuat mereka menjadi anak yang bertaqwa kepada Tuhan.

Buku yang mengangkat kisah-kisah nyata dan mungkin saja bisa kita alami sendiri, diharapkan akan mampu membuka mata para orangtua lebar-lebar, menden­garkan lebih dalam, apa yang terjadi dengan anak-anak. Ada pepatah kuno yang masih layak didengar­kan: mencegah lebih baik daripada mengobati. Maka buku ini diharapkan akan menjadi buku panduan bagi kita semua untuk lebih peduli dengan kehidupan kelu­arga, karena keluarga merupakan dasar kehidupan un­tuk melangkah lebih baik lagi.

Buku ini juga semakin menarik karena selain ditulis oleh 2 orang penulis yang peduli akan perkembangan anak, yaitu Timoteus Talip (ISilent Motivator) dan Jean­netta Suhendro (Konselor dan Motivator), juga diberi

LOVEviii ix x


komentar/pandangan 9 anak muda yang melihat per­soalan dari sisi kaca matanya. Komentar/pandangan tersebut murni apa yang ada di pikiran mereka dan ini bisa mewakili suara orang muda dalam menghadapi situasi yang ada. Komentar mereka layak menjadi pe­lajaran bagi para orangtua karena kami yakin selama ini banyak orangtua yang “kurang” mendengar apa kata anak-anaknya.

Semoga buku ini akan memberikan jalan keluar yang lebih baik lagi atas persoalan yang mungkin saja terjadi di area kehidupan Anda.

Timoteus Talip

YOUR KIDS NEED

YOUR PRESENCE

MORE THAN

YOUR PRESENTS!

“Seorang selebriti remaja tertangkap polisi karena kasus narkoba……..”

“Sepasang remaja membunuh temannya hanya karena sakit hati dan cemburu…….”

“Ratusan mahasiswa di salah satu universitas di kota X saling serang, belasan gedung perkuliahan hancur….”


Teringat…..

Berita-berita di atas dan berita-berita lain sejenisnya bermunculan tiap hari di berbagai media, baik media cetak, televisi, maupun media on line. Sungguh miris rasanya membaca dan menyaksikan tayangan-tayan­gan semacam itu setiap hari. Anak-anak muda, yang harusnya menjadi harapan bangsa, ternyata terpuruk melakukan perbuatan-perbuatan yang sungguh tak terpuji. Entah akan dibawa kemana Bangsa ini nanti­nya…. Di manakah peran Orangtua?

Love = Time + Attention

Teringat…..


Setiap selesai training para remaja, selalu ada anak-anak yang tak hendak pulang walaupun malam telah tiba…

Begitu banyak keluhan tercurah di sana, keluhan yang tak tersalurkan di telinga papa dan mama… Di manakah peran Orangtua?

Teringat ……

Keprihatinan saja ternyata tak menghasilkan apa-apa…… Keluhan ternyata tak membantu menyelesaikan itu semua….

Saat ini yang diperlukan adalah KERJASAMA lakukan LANGKAH NYATA!

Ayoo, lakukan apa yang kita bisa!

Teringat …. tiba-tiba akan satu cuplikan cerita…..

Seorang anak kecil bertanya pada ibunya, “Bunda, maukah Bunda menitipkan emas milik Bunda pada pembantu kita?”

Sang Bunda segera saja menjawab, “Tentu saja tidak anakku…”

“Mengapa tidak Bunda?” tanya si anak lagi.

“Karena emas itu mahal harganya, dan pembantu kita tak bisa dipercaya akan menjaganya dengan baik !”

Dengan wajah penasaran si anak bertanya lagi, “Kalau begitu Bunda…, mengapa Bunda selalu menitipkan aku pada pembantu kita?”

(Unknown)

CERITA DI ATAS mungkin hanya ilustrasi belaka, na­mun isinya cukup menohok kita, khususnya para Ibu/ Orangtua yang selalu memercayakan pengasuhan anak mereka pada pembantu rumah tangga mereka. Jika kita renungkan dengan baik, sadar atau tidak sadar, sering kehadiran PEMBANTU yang seharusnya hanya MEMBANTU, ternyata justru memiliki porsi dan peran yang jauh lebih besar daripada majikan mereka dalam kehidupan si anak.

Para Orangtua seperti dalam cuplikan di atas sering mempunyai sekian banyak pembenaran atas sikap mereka tersebut. Kesibukan mencari materi sering di­katakan demi ‘cinta’ mereka pada si anak. Pergolakan ni­lai saham, nilai property maupun hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kepemilikan materi/hartaselalu dir­espons dengan cepat oleh mereka, namun pergolakan yang terjadi dalam pertumbuhan seorang anak acapkali diabaikan begitu saja. Mereka seakan-akan lupa bahwa anak bukanlah benda mati yang cukup ‘dititipkan’ pada siapa saja yang mau menjaganya. Anak membutuhkan xii xiii

Love = Time + Attention


lebih dari sekedar materi…! Kebersamaan, Perhatian & Kasih Sayang yang cukup dari kedua orangtuanya jus­tru merupakan unsur-unsur terpenting dalam tumbuh kembang seorang anak. Semua unsur tersebut hanya bisa diberikan jika orangtua mau menyediakan waktu yang berkualitas untuk berkumpul dan berkomunikasi DUA ARAH dengan anak-anak mereka.

Anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang tulus, akan mencari pemenuhan atas kebutuhan tersebut di luar rumah, di antara te­man-temannya maupun lingkup sosial lainnya. Kisah Liza di buku ini adalah salah satu contoh dari seorang remaja putri yang ‘mencari’ sosok seorang ayah pada diri seorang ‘Oom’ yang dikenalnya (yang ternyata jus­tru ‘memanfaatkan’ kepolosan Liza). Kisah- kisah lain­nya juga terjadi sebagai akibat minimnya waktu keber­samaan yang berkualitas di antara orangtua dan anak-anak mereka.

Kesembilan kisah di dalam buku ini seluruhnya diam­bil dari kisah nyata, sebagian besar di antaranya di­ambil dari kasus-kasus di ruang konseling maupun di kelas training. Walaupun demikian, nama-nama tokoh disamarkan (bukan nama sebenarnya). Tujuh kisah pertama menggambarkan berbagai macam masalah yang dialami oleh anak akibat kurangnya WAKTU dan PERHATIAN dari orangtua mereka. Dua kisah terakhir adalah kisah nyata yang bisa kita jadikan contoh, be­tapa dengan memberikan WAKTU & PERHATIAN yang berkualitas, akan muncul pula anak-anak yang penuh perhatian pada orangtua mereka.

Kisah-kisah dalam buku ini saya tulis atas dorongan sa­habat saya Timoteus Talip, seorang penulis yang telah menerbitkan banyak buku, dan yang kebetulan mem­punyai keprihatinan yang sama dengan yang saya ra­sakan, yakni tentang banyaknya masalah anak remaja yang muncul akibat kurangnya WAKTU dan PERHA­TIAN dari orangtua mereka. Kami berdua sadar betapa banyaknya masalah yang muncul di antara generasi muda saat ini… Kami juga menyadari bahwa diperlu­kan kerjasama yang lebih konkrit dengan banyak pihak yang mempunyai “concern” yang sama. Sungguh…. kita semua berpacu dengan WAKTU! Kita tentu tak ingin suatu saat nanti, dengan makin banyaknya ma­salah yang muncul, akan muncul pula pertanyaan, “Di manakah peran kita semua?”

Saya sungguh berharap buku ini dapat memberi ma­sukan yang cukup berarti bagi para orangtua, agar semakin banyak muncul anak-anak yang terpenuhi ke­butuhan emosionalnya, anak-anak yang bahagia, yang berakhlak mulia, penuh kasih dan empati saat hidup dalam masyarakat, dan tentu saja penuh kasih pada orangtuanya. Semoga!

Jeannetta Suhendroxiv xv

Love = Time + Attention

xvi xvii

Love = Time + Attention

Serigala Berbulu Domba

RASANYA SUDAH lama sekali istilah “Serigala Berbulu Domba” itu ada, namun jarang kita bisa menyaksikan kisah sesungguhnya. Arti istilah tersebut lebih kurang adalah orang yang berpu­ra-pura baik, sebagai penolong tapi di belakang itu semua, mempunyai niat yang jahat. Kejadian nyata di bawah ini sangat memprihatinkan kita semua, karena mungkin saja dapat terjadi pada keluarga Anda, saudara atau teman. xviii 1

Love = Time + Attention


Suara ingar bingar segera memenuhi ruangan kelas sore hari itu. Pengakuan seorang pela­jar putri (sebut saja namanya Liza) membuat seisi ruang kelas , terutama saya, terhenyak dan terkesima. Bagaimana tidak? Saat itu saya sedang menuliskan hal-hal apa saja yang dihadapi murid-murid saya, yang membuat mereka terhambat dalam mengoptimalkan potensi mereka menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik. Beberapa murid menyebutkan sebab-sebab yang umum dialami oleh sebagian besar pelajar, namun Liza menyebutkan hal yang sungguh di luar dugaan.

Liza mengatakan: “Mama saya terlalu menuntut, dan bisanya hanya ngeluuuh aja. Rasanya mama terlalu lemah, ngadepin apa aja ngeluh terus…, dan pada akhirnya selalu mencari kambing hitam atas setiap kejadian. Papa saya lebih senang memperhatikan dan mengutak atik koleksi mobil mahalnya. Cacat sedikit saja pada mobilnya bisa membuat papa kalang kabut. Saya punya orang tua lengkap, tapi tidak satupun dari mereka berdua yang bisa nyambung dengan saya…” Liza menarik napas sejenak lalu melanjutkan: “Papa sebetulnya cukup baik, hanya saja papa cuma mem­perhatikan omongan saya jika berkaitan dengan mo­bilnya. Saya beruntung bertemu seorang Bapak yang mau memahami saya dan mau membimbing saya dengan kasih sayang.”

Waktu ditanya apakah orangtuanya tahu, Liza mem­berikan jawaban yang sangat mengejutkan:

“Orangtua saya sama sekali ngga menge­nal si Om. Saya ketemunya juga ngumpet-ngumpet. Saya minta diantar ke mal X, lalu supir saya menunggu di tempat parkir. Saya menemui si Om di suatu tempat, lalu kami pergi ke tempat yang jarang didatangi ke­nalan-kenalan kami. Kami saling curhat dan bersenang-senang selama beberapa jam, lalu saya diantar balik ke mal di mana supir saya menunggu di tempat parkir.”

“Walahh….kamu kok kayak ‘perek’ (istilah untuk perem­puan ‘nakal’) siih Liz…? Memang kamu dapet berapa dari dia…?” ledek Nico teman sekelasnya di tempat saya mengajar. Saya langsung memperhatikan ekspre­si Liza dan jantung saya berdebar-debar menunggu reaksinya. Seperti sudah dapat diduga sebelumnya, Liza langsung berteriak: “Enak aja loe….!” Lalu sambil menengok ke arah saya, Liza mengeluarkan dompet­nya dan menunjukkan beberapa lembaran ratusan ribu dan beberapa buah kartu kredit… “It’s not a matter of money Bu… I just need somebody who will talk to me and give me advices. Orang tua saya ngga pernah peduli pada kesulitan-kesulitan yang saya alami…!” berkata begitu mata Liza terlihat berkaca-kaca… 2 3


Love = Time + Attention

“OK Liza, saya percaya ada yang bisa kita lakukan un­tuk mengatasi masalahmu dengan orangtuamu.”

Saya lalu memberikan beberapa saran dan meminta Liza untuk mau mengontak saya kapanpun ia merasa membutuhkan ses­eorang untuk mendengar keluh kesahnya. Saya meminta ia menuliskan keluh kesahnya di inbox Face Book saya, manakala saya ti­dak bisa dihubungi karena sedang mengajar atau sedang konseling.

Liza memeluk saya dan mengucapkan terima kasih. Sisa waktu selanjutnya berjalan dengan rasa sedih yang memenuhi diri saya, namun saya berusaha keras untuk bersikap netral dan tidak menghakimi Liza maupun anak-anak lain yang begitu terbuka saat sesi curhat dibuka di kelas.

Saat kelas usai, ternyata ada seorang teman Liza yang tetap tinggal di kelas. Ketika semua anak sudah keluar, tiba-tiba Winda (sebut saja namanya demikian), mendekati saya dan dengan setengah berbisik ia ber­kata:

“Bu, maaf saya harus menyampaikan sesuatu ke Ibu. Saya sungguh berharap Ibu bisa membantu Liza.”

“Apa yang ingin kamu sampaikan Winda?” rasa kuatir kembali menghinggapi saya.

“Begini Bu, ada satu hal yang sangat menakutkan bagi saya… Liza itu selalu berangkat dari rumah dengan baju yang sopan, namun di dalam tasnya selalu ada baju ‘tank top’ (baju terbuka serupa kemben dengan tali kecil di pundaknya). Liza selalu mengenakan baju itu dan baju-baju sexy lainnya saat menjumpai si Om. Saya sungguh kuatir jika si Om tersebut merusak Liza.” Suara Winda terdengar lirih namun bagaikan le­dakan bom di telinga saya. Saya lalu mengajak Winda untuk mencoba menyadarkan Liza.

Hari berikutnya, saya mencoba mengundang para orang tua murid saya dalam sesi ‘Parenting Class’. ‘Parenting Class’ ini memang secara berkala saya adakan sebagai upaya untuk menjembatani putusnya komunikasi antara murid-murid saya dengan orang­tua mereka, yang seringkali berdampak besar, tidak saja pada prestasi akademis para murid, namun juga pada hubungan di antara anak dengan orangtuanya.

Jauh-jauh hari sebelum ‘Parenting Class’ diadakan, saya sudah mengundang orangtua Liza secara khusus, tentu saja tanpa menceritakan secara lang­sung apa yang dilakukan oleh anaknya. Saya harus menepati janji pada Liza untuk tidak menceritakan kelakuannya secara ‘to the point’, dan sebenarnya akar masalah persoalan Liza adalah pada keringnya komunikasi antara Liza dengan kedua orangtuanya, inilah yang ingin saya coba benahi.4 5


Love = Time + Attention

Undangan pada orangtua Liza ternyata ditanggapi dengan sangat dingin oleh kedua orangtuanya. Beru­langkali saya mengundang mereka, berulangkali pula berbagai alasan sibuk disodorkan ke saya. Ibunya bahkan merasa tak perlu hadir, karena sejak ikut ke­las saya prestasi akademis Liza dilihatnya sudah naik dengan memuaskan. Yaah….usaha apa lagi yang bisa saya lakukan? Kelas Liza usai sudah, dan itu berarti Liza sudah tak ke tempat saya lagi.

Di akhir kelas, saya kembali menawarkan diri untuk mendampinginya saat ia butuh tempat curhat, namun Liza sendiri tampaknya tak ingin dibantu keluar dari masalahnya. Winda sempat mengontak saya sekali, mengeluhkan nasehatnya yang sama sekali tak digu­bris oleh Liza. Saya hanya bisa menyemangati Winda agar tak menyerah dalam membantu Liza, namun saya sendiri tak bisa menjamin keberhasilan Winda. Hanya doa bagi Liza yang bisa saya panjatkan, semo­ga ia tak makin terjerumus dalam hubungan yang tak sepantasnya dengan sang ‘Serigala Berbulu Domba’.

Kasus Liza di atas sebenarnya berawal dari tak ter­penuhinya kebutuhan emosional Liza sebagai seorang remaja yang sedang mencari jati diri. Liza membutuhkan sosok orang dewasa yang bisa jadi tempat berdis­kusi dan bertanya, namun sayang kebutuhan itu sa­masekali tak dapat dipenuhi oleh kedua orangtuanya.

Sebagai Ibu Rumah Tangga yang tak bekerja di luar rumah, seharusnya Ibu Liza memiliki waktu yang cukup banyak untuk memperhatikan dan mengisi ke­butuhan emosional Liza, namun sangat disayangkan, bentuk perhatian yang diberikan justru dirasakan Liza tak lebih sebagai tuntutan untuk selalu berprestasi. Saat di mana nilai akademis Liza kurang bagus, ama­rah Ibunya selalu tak terbendung.

Ibu Liza sama sekali tak mau mendengar apa keluhan Liza di bidang akademis. Kondisi seperti inilah yang kadang-kadang membuat Liza sengaja tak memacu presta­sinya, karena di mata Ibunya nilai berapapun yang dicapai Liza selalu kurang memuaskan hatinya. Saat Liza berhasil mendapatkan ni­lai sempurna pun tak pernah ada pujian dari Ibunya. Ibunya bahkan menilai bahwa sudah seharusnya Liza mendapat nilai seperti itu. Liza sungguh merasa sendirian, walaupun selalu ada Ibunya di rumah.

Ayah Liza sebenarnya merupakan sosok yang cu­kup mempunyai kharisma di mata Liza, hanya saja Ayah Liza tak cukup tanggap akan situasi yang di­hadapi anaknya. Boleh jadi Ayah Liza merasa bahwa kewajiban utamanya hanyalah mencari uang untuk keluarganya, urusan Anak sepenuhnya menjadi tang­gung jawab Istrinya. Kebutuhan emosional yang tak 6 7

Love = Time + Attention


terpenuhi inilah yang akhirnya membawa Liza ke per­gaulan yang tak disadarinya telah menjerumuskan ia ke mulut sang “Serigala Berbulu Domba”.

Pentingnya komunikasi dengan anak

Saat ini semua orangtua pasti memberikan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Mereka ingin memberi­kan suatu kehidupan yang lebih baik dari yang mereka pernah alami. Mereka membekali anaknya dengan berbagai fasilitas seperti pendidikan yang baik, uang, kartu kredit bahkan mobil dengan pengemudinya.

Materi di atas kelihatannya hanya akan menentukan sebagian dari keberhasilan atau kegagalan anak-anak sebagai generasi penerus orangtua. Orangtua Liza memandang prinsip dengan memberikan sekolah yang baik, les, berbagai fasilitas yang mewah, itu su­dah cukup. Tapi mereka lupa akan pentingnya komu­nikasi. Terbukti dari cerita Liza, bahwa ayahnya hanya suka berkomunikasi jika berkaitan dengan mobilnya saja. Sehingga Liza kehilangan sosok ayah yang mau mendengar cerita tentang dia, sehingga akhirnya ia menemukan sosok seorang Om yang bisa menggan­tikan peran ayahnya,walaupun si Om itu menjadi sang “Serigala Berbulu Domba”.

Bagaimana dengan sosok ibunya Liza? Seorang ibu yang seharusnya juga bisa akrab dengan anaknya malah lebih banyak berkeluh kesah sehingga mem­buat Liza tidak respek terhadap ibunya. Di rumah, Liza tentu saja tidak menemukan kebahagiaan, maka ia akhirnya mencari di luar.

Hal lain selain komunikasi adalah perhatian. Terbukti orangtua Liza tidak peduli dengan pendidikan anaknya. Saat diundang untuk mengikuti sesi Parenting Class yang akan membicarakan kemajuan pendidikan Liza, malah mereka tidak hadir. Ini semakin menunjukkan orangtua yang tidak peduli dengan anaknya.

Jika orangtua Liza tidak segera menyadari kekeliruan­nya, maka akan sulit membuat Liza kembali ke jalan yang benar.

Komunikasi adalah salah satu kunci utama keberhasilan dalam hidup manusia. Komu­nikasi adalah pembicaraan dua arah dengan menggunakan dua telinga untuk mendengar, dengan melakukan kontak mata. Kedua belah pihak harus menggunakan segenap hati untuk saling menghargai dan menghormati. Ke­mampuan komunikasi juga sangat tergantung pada kemampuan mendengar seseorang.

Komunikasi delam keluarga mencakup komunikasi suami – istri, komunikasi antara orangtua dan anak. Sikap konsisten dan kesepakatan dalam mengasuh dan mendidik anak, haruslah dimiliki oleh kedua orangtua. Kalau komunikasi yang baik telah terbentuk dengan 8 9

Love = Time + Attention


baik maka masalah apa pun dalam keluarga akan lebih mudah diselesaikan.

Komunikasi disampaikan bukan dengan apa yang di­ucapkan tetapi juga dengan apa yang tidak diucapkan seperti bahasa tubuh dan intonasi suara.

Ingat komunikasi dibangun atas sebuah konsep dan diterjemahkan dengan sebuah persepsi.

Pandangan Anak Muda

Prawira Setiadarma, 23 tahun

Universitas Trisakti ( Kedokteran Gigi )

Pengurus kegiatan Gereja (pemuda)


MELIHAT APA YANG DIALAMI oleh Liza, saya merasa sangat kurangnya komunikasi di dalam keluarga, pa­dahal keluarga itu tempat untuk berkumpul bersama dan seharusnya menjadi suatu tempat yang dapat memberikan kenyamanan tersendiri. Ketidakpedulian orang tua Liza juga mewakili cukup banyak orangtua yang ada pada saat ini, dimana mereka lebih suka sibuk dengan kesibukan masing-masing, tanpa mau mem­pedulikan keadaan sekitar dan hal-hal yang dialami oleh anaknya (bisa dibilang anak hanya sebagai simbol pelengkap saja di dalam keluarga).

Tetangga di dekat rumah saya mempunyai kasus yang mungkin bisa dikatakan mirip/serupa(dalam hal kurangnya komunikasi antara anak dengan orangtuanya). Begitu sibuknya kedua orangtua, sehingga perha­tian mereka ke anak hanya dalam bentuk pemenuhan 10 11

Love = Time + Attention

kebutuhan materi saja.Ironisnya, yang mengurus dan mendidik anak-anak dalam keluarga tersebut adalah supir dan suster di rumahnya.Hal-hal yang diajarkan oleh merekapun tentu saja berbeda (seperti sering berteriak-teriak ketika berbicara).

Mengenai Liza, saya rasa sebaiknya iamencari kesibukan atau hobi yang ia minati dan bisa mengisi waktu lu­angnya. Daripada bergaul dengan si Oom, Liza lebih baik mencoba menemukan teman sebaya yang bisa dijadikan tempat curhatnya.Teman terdekat Liza juga sebaiknya tetap berusaha mendekati Liza dan berusaha menjadi sosok yang bisa dipercaya oleh Liza.Teman Liza bisa mulai dari hal-hal biasa seperti menanyakan ke­adaannya hari ini, sering mengajak jalan-jalan atau ngo­brol sesuatu yang dia suka.Lambat laun pasti Liza akan menceritakan masalahnya tanpa harus ditanya, dan te­man Liza juga harus menjadi pemberi saran ketika dia menceritakan masalahnya, bukan pembuat keputusan.

Jika merasa kurang cocok dengan teman yang ada sekarang, Liza sebaiknya mencoba mencari teman-te­man yang baru di lingkungan yang baru pula, misalnya di lingkungan gereja.Selain seru bisa bertemu teman yang baru, Lizapun akan mendapatkan suasanayang baru juga. Saya sendiri contohnya…. Di gereja, saya benar-benar bertumbuh dan mempunyai keluarga baru yang saling mendukung satu sama lain, walaupun pada awalnya saya sempat berpikiran komunitas ini kesan­nya kaku, hanya berdoa dan belajar firman saja, namun yang saya peroleh ternyata jauh lebih banyak daripada itu. Titik penting dimana saya bisa menceritakan ma­salah yang dihadapi sehari-hari adalah ketika diadakan KTB (Kelompok Tumbuh Bersama), dimana saya bisa menemukan teman yang bisa dipercaya, teman dimana saya bisamenceritakan masalah-masalah yang sedang dihadapi dan mencari solusinya bersama-sama.

Pada orangtua Liza, saya berharap agar mereka mau memberikan waktu juga kepada anak mereka, sebab anak itu juga titipan Tuhan dan butuh kasih sayang. Per­lu diingatkan bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anak dan mengarahkan (mengawasi) anak mereka dalam kehidupan pergaulannya.

Mungkin beberapa orang tua berpandangan bahwa mempunyai seorang anak hanya sekedar syarat dalam suatu keluarga, sehingga kemudian mereka tidak men­didik sendiri anaknya dan hanya menitipkan 100%ke suster/pengasuh anaknya, sementara mereka sibuk dengan kesibukannya sendiri. Ironisnya lagi…ketika orang tua memberikan apapun yang anak mau, tanpa ada batasan (mungkin mereka berpikir kalau mem­beri apapun yang anak mau, mereka akan diam tidak mengganggu) sebenarnya ini merupakan langkah yang salah besar, dimana anak sebenarnya lebih membu­tuhkan kasih sayang dan perhatian.12 13

Love = Time + Attention


APA SIH YANG

DIHARAPKAN

ANAK-ANAK

DARI ORANGTUANYA?

Patrick Louis, 14 tahun, Saint Joseph's Institution, Singapore.

Kegiatan Sosial: bermain piano di Sekolah Minggu, mengajar anak-anak kurang mampu

“Saya paling mengharapkan perhatian dan support dari orang tua saya. Kedua aspek ini sangat penting karena sebagai anak saya menyadari bahwa tugas-tugas sekolah, perte­manan, dll dapat memberikan stress yang tidak terkontrol yang nantinya dapat mengaki­batkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan seperti kasus pembunuhan yang baru-baru ini terjadi. Perhatian dan sup­port dari orang tua saya sangat membantu saya dalam meng­hadapi stress ini sehingga saya hidup dengan bahagia tanpa stress walaupun bersekolah di Singapura dengan tantan­gan dan kehidupan yang baru. Thanks for the support mom and dad!”

Richard Lee Steven, 14 tahun

SMP Kolese Kanisius, Jakarta

Kegiatan: Band

“Menurut saya, yang paling diharapkan seorang anak adalah kasih sayang dari orangtua, karena dengan adanya kasih sayang yang diberikan orangtua maka pergaulan anak tidak akan jauh dari pengawasan orangtua, serta dengan adanya kasih sayang or­angtua juga membuat anak lebih merasa diperhatikan.”

Regina Wangsa (Wang), 18 tahun

Catholic Junior College, Singa­pore, kegiatan Sosial: anggar, menulis, dan bermimpi.

Yang paling kami butuhkan dari orangtua adalah PETA.Mengapa?

Proses pendewasaan kami itu seperti menjelajahi hutan tanpa peta. Kami tidak tahu apa yang ada di dunia ini. Kami tahu orang tua itu seperti GPS (ya, lebih canggih lagi dari peta).Orang tua selalu ada untuk memberikan arah pada kami sehingga kami bisa menjadi orang dewasa yang ideal.Papa dan mama tersayang, kami mohon pengertiannya kalau terkadang yang kami inginkan hanyalah peta.Kami ingin tahu semua jalan yang ada di hutan itu; kami ingin tahu semua kemung­kinan untuk menaklukkan hutan itu.Bahkan untuk beberapa dari kami yang memang memiliki jiwa petualang, kami ingin membuat jalan baru. Kami akan membuat papa dan mama bangga. Dengan cara kami, kami akan tunjukkan rasa sayang dan terimakasih kami pada papa dan mama.Sampai saat itu tiba, sabarlah, papa dan mama, dan mohon mengerti ka­lau yang kami inginkan hanyalah selembar peta !”

Hans Christian, 16 tahun, Saint Joseph Institution, SIngapore

Kegiatan: Saint John Ambu­lance Brigade

“Sebagai seorang anak, saya mengharapkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua.Kasih sayang sangatlah penting dalam hidup seorang anak, karena tanpa kasih sayang seorang anak bisa mempunyai per­ilaku yang negatif karena dia merasa tidak disayangi. Kasih sayang yang diberi­kan juga tidak boleh terlalu berlebihan, karena dapat membuat anak menjadi manja atau mempunyai perilaku negatif lainnya.” 14 15


Love = Time + Attention


Albertus Dennis Laksmana, 15 tahun, SMP Kolese Kanisius, Jakarta. Kegiatan: volley, basket, gambar, dan catur

Christopher Edbert Thenadi, 16 tahun, Saint Joseph Insti­tution, SIngapore, Kegiatan: Pengajar sosial untuk anak-anak tanpa pendidikan yang layak.

“Saya tidak menginginkan or­angtua yang sempurna, namun saya ingin mereka selalu berada di sisi saya untuk mendukung segala perkembangan saya, baik akademis maupun non-akademis, untuk menjadi seorang pemimpin yang beriman. Saya ingin mereka selalu ada untuk menemani dan mendukung setiap langkah, memberi perha­tian & kasih sayang yang penuh, serta tidak memandang rendah saya ketika gagal. Selain itu, saya tidak menginginkan orang­tua yang otoriter atau ekstrem dalam mendidik saya, seperti menuntut jam belajar harus 24 jam/7hari, melarang bergaul atau pacaran, atau mengharus­kan hidup hemat, karena dapat menghambat perkembangan mental dan karakter saya. Saya mengharapkan orangtua yang baik hati, sangat fun, dan easy going secara materi mau­pun non-materi, namun tidak melupakan kewajiban mereka sebagai orangtua”.

“Orangtua saya selalu men­didik saya sebagai orang yang mandiri, dengan memberikan kepercayaan dan mendukung setiap keputusan yang saya ambil dalam hidup saya, terlepas dari pendapat pribadi mereka. Menurut saya, apa yang saya perlukan dari mereka adalah dukungan doa dan pikiran mereka yang positif dalam setiap hari baru yang saya jalani. Dukungan dalam bentuk inilah yang membolehkan saya untuk bertahan dalam menghadapi tantangan-tantangan terberat hidup dan juga berjuang untuk mencapai hal-hal baru dalam hidup saya.”

Laurensia Anjani, 18 tahun

Saint Andrew’s Junior Col­lege, Singapore, Kegiatan: Saint Andrew’s House Coun­cillor.

Victor Paskalis Hinardi, 16 ta­hun, St Joseph Institution Inter­national, Singapore, Kegiatan sosial: mengunjungi panti asuhan di Vietnam, mengajari anak-anak kurang mampu pelajaran

Matematika.

”Sebagai seorang anak yang sudah menjadi rema­ja, saya berharap orang tua saya bisa terus sabar dalam mengingatkan anaknya tentang prinsip-prinsip hidup yang harus selalu dijadikan pedoman dalam melakukan segala sesua­tu. Selain itu, orang tua sebaiknya tahu cara yang tepat untuk mengungkap­kan cinta dan kepedulian kepada anaknya, sehingga anak merasa dicintai dandihargai di dalam ke­luarga. Yang terpenting adalah orang tua bisa selalu menyediakan waktu untuk anaknya dan me­naruh kepercayaan kepada anak, karena sebagai anak yang sudah dibimbing dan dikasihi dengan sempurna, saya percaya anak pasti hanya ingin melakukan hal-hal yang bisa membangga­kan orang tua.”

“Orangtua sebaiknya mau mengerti dan mempercayai anaknya, bahwa dengan ber­tambahnya usia, anak sudah lebih tahu cara membagi waktu, termasuk waktu ber­main dengan teman-teman dan waktu untuk belajar, jadi sebaiknya orangtua memang tidak langsung melarang saat anak berkumpul den­gan teman-temannya. Or­angtua juga sebaiknya tidak membanding-bandingkan seorang anak dengan teman-teman atau saudaranya, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai keunikan dan kelebihannya tersendiri. Yang terakhir adalah orangtua sebaiknya mau memberikan kepercayaan kepada anaknya dalam lebih banyak hal, sehingga anak bisa menjadi orang yang lebih bertang­gung jawab”. 16 17


Love = Time + Attention


Elvania Lim, 13 tahun, SMP Santa Ursula Jakarta, Menari

James Adinata, 20 tahun, Institut Teknologi Bandung, Kegiatan Sosial: Ketua Gerakan Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) Mengajar & SKHOLE (HMS Mengajar dan SKHOLE merupakan dua gera­kan pengabdian masyarakat di bidang pendidikan yang diusung oleh mahasiswa ITB).

“Aku memang mengharapkan dapat memperoleh barang-barang yang aku inginkan dari orang tuaku, namun yang lebih penting dan paling utama buat aku adalah bahwa orang tuaku menyayangi dan mencin­taiku”.

“Orang tua merupakan sumber inspirasi dan motivasi dalam setiap perjalanan hidup saya, karenanya saya sangat meng­harapkan agar orang tua saya dapat selalu sehat dan pan­jang umur. Membahagiakan dan membuat mereka bangga adalah tujuan yang tidak dapat dipisahkan dari hidup saya”.

Stefanus Kevin, 16 tahun, Saint Joseph Institution (SJI), Sin­gapore, kegiatan sosial: Green Club dan Pelayanan Gereja

“Seorang anak sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua. Keluarga adalah satu-satunya tempat di mana anak bisa memperoleh kasih sayang. Dengan kasih sayang dari orang tua, anak dapat tumbuh dan berkem­bang menjadi seorang yang dewasa, bermoral, dan bertanggung jawab.”.

Gerard Alexander Wijaya,

11 tahun, Pahoa Gading Serpong,

Kegiatan: Basket

“Orangtua adalah orang yang membimbing dan mendidik anak- anaknya sebagai sahabat dan juga tempat mengutarakan isi hati.”

Maria Mutiara Evangelista, 18 tahun, President University – Accounting, kegiatan: Ben­dahara organisasi HIMA Akun­tansi President University

Sekretaris organisasi KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) President University Charity di Yayasan Panti Asuhan Sinar Pelangi, Bekasi

Kevan Oktavio, 14 Tahun, SMP Kolese Kanisius, Jakarta,

Kegiatan : Band Sekolah

“Saya berharap orangtua saya tahu kapan harus mendata­ngi/menanyai saya dan kapan tidak perlu mendatangi saya. Selain itu saya harap papi dan mami semakin menghargai satu sama lain, dan kalau memberitahu sesuatu tidak mendadak (terutama urusan pergi-pergi)”

“Seberapa pentingnya sup­port dari orangtua? Per­tanyaan yang simpel tapi bermakna, itulah kalimat pertama yang terlintas dipikiran saya.Bagi saya, ketika sebuah dukungan itu ada datang dari orang tua, dapat mendukung dan memacu semangat seorang anak dalam menjalani kegiatan akademik maupun non-akademiknya, seperti yang sedang saya jalani saat ini. Dan, Puji Tuhan saya sudah merasakannya, terima kasih buat Papa Mama, because you’re al­ways be there for me. 18 19


Love = Time + Attention

Pada suatu hari, seorang Ayah pulang dari bekerja pukul 21.00 malam. Seperti hari-hari sebelum­nya, hari itu sangat melelahkan baginya. Sesa­mpainya di rumah ia mendapati anaknya yang berusia 8 tahun yang duduk di kelas 2 SD sudah menunggunya di depan pintu rumah.

Sepertinya ia sudah menunggu lama.

"Kok belum tidur?" sapa sang Ayah pada anaknya.

Biasanya si anak sudah lelap ketika ia pulang kerja, dan baru bangun ketika ia akan bersiap berangkat ke kan­tor di pagi hari.

"Aku menunggu Papa pulang, karena aku mau tanya berapa sih gaji Papa?", kata sang anak.

"Lho, tumben, kok nanya gaji Papa segala? Kamu mau minta uang lagi, ya?", jawab sang ayah.

"Ah, nggak, Pa, aku sekedar ingin tahu aja..." kata anaknya

"Oke, kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari papa beker­ja sekitar 10 jam dan dibayar Rp.400.000. Setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi gaji Papa satu bu­lan berapa, hayo?!", tanya sang ayah.

Si anak kemudian berlari mengambil kertas dari meja belajar sementara Ayahnya melepas sepatu dan mengambil minuman.

Hargai Waktu Agar Tak Menyesal

MUNGKIN ANDA pernah membaca cuplikan kisah di bawah ini. Mungkin ini hanya ilustrasi saja, tapi mungkin juga ada sepenggal kisah tersebut yang mungkin pernah Anda alami. Baik silakan simak kisah di bawah ini.20 21


Love = Time + Attention

Ketika sang Ayah ke kamar untuk berganti pakaian, sang anak mengikutinya.

"Jadi kalau satu hari papa dibayar Rp 400.000 utuk 10 jam, berarti satu jam papa digaji Rp 40.000 dong!"

"Kamu pintar, sekarang tidur ya..sudah malam!"

Tapi sang anak tidak mau beranjak. "Papa, aku boleh pinjam uang Rp 10.000 nggak?"

"Sudah malam nak, buat apa minta uang malam-malam begini. Sudah, besok pagi saja. Sekarang kamu tidur"

"Tapi papa.."

"Sudah, sekarang tidur" suara sang Ayah agak meninggi.

Anak kecil itu berbalik menuju kamarnya.

Sang Ayah tampak menyesali ucapannya. Tak lama ke­mudian ia menghampiri anaknya di kamar. Anak itu se­dang terisak-isak sambil memegang uang Rp 30.000.

Sambil mengelus kepala sang anak, papanya berkata "Maafin papa ya! Kenapa kamu minta uang malam-malam begini. Besok kan masih bisa. Jangankan Rp.10.000, lebih dari itu juga boleh. Kamu mau pakai buat beli mainan, kan?"

"Papa, aku ngga minta uang. Aku pinjam…nanti aku kem­balikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajanku."

"Iya..iya..tapi buat apa??" tanya sang Papa.

"Aku menunggu papa pulang hari ini dari jam 8. Aku mau ajak papa main ular tangga. Satu jam saja pa, aku mohon. Mama sering bilang, kalau waktu papa itu sangat berhar­ga. Jadi aku mau beli waktu papa. Aku buka tabunganku, tapi cuma ada uang Rp 30.000. Tadi papa bilang, untuk satu jam papa dibayar Rp 40.000.. Karena uang tabun­ganku hanya Rp.30.000,- dan itu tidak cu­kup, aku mau pinjam Rp 10.000 dari papa"

Sang papa cuma terdiam.

Ia kehilangan kata-kata. Ia pun memeluk erat anak kecil itu sambil menangis. Mendengar perkataan anaknya, sang papa langsung terdiam, ia seketika terenyuh, ke­hilangan kata-kata dan menangis.

Ia lalu segera merangkul sang anak yang disayanginya itu sambil menangis dan minta maaf pada sang anak..

"Maafkan papa, sayang..." ujar sang papa.

"Papa telah khilaf, selama ini papa lupa untuk apa papa bekerja keras. Maafkan papa anakku" kata sang papa ditengah suara tangisnya.

Si anak hanya diam membisu dalam dekapan sang pa­panya. 22 23

Love = Time + Attention


Kejadian seperti ini pernah saya alami dan ini mem­buat saya menyesal karena waktu bersama anak tidak bisa diulang kembali. Saat anak beranjak dewasa maka ia akan bergabung dengan komunitas, teman-teman se­bayanya bahkan belajar ke luar kota atau ke luar negeri.

Sudah setahun ini, saya memendam rindu terhadap anak pertama saya yang sedang sekolah di Singapura. Rasanya ada yang hilang dari kehidupanku. Ada rasa sesal dihatiku, kenapa saat ia masih di Jakarta, saya tidak banyak memanfaatkan waktu bersamanya.

Saya sangat bersyukur karena mempunyai istri yang baik dan sabar mengurus 2 anak kami. Senin sampai Jumat saya sibuk bekerja di sebuah bank swasta terbesar di Jakarta. Sabtu dan Minggu merupakan waktu yang ditunggu-tunggu. Namun di hari Sabtu saya juga banyak mempunyai acara seperti berla­tih tenis meja, mengikuti seminar, mengisi acara sharing dan masih banyak lagi. Hari Minggu biasanya kami manfaatkan untuk ke gereja lalu makan siang bersama. Setelah itu acara di rumah.

Nah inilah kesalahan yang saya lakukan. Memang kami semua ada di rumah, bahkan bersama-sama di ruang keluarga atau di kamar, tapi saya asik dengan laptop untuk menulis dan anak asik sendiri dengan bacaannya atau bermain game. Secara fisik kami berada di ruangan yang sama namun pikiran kami ada di ruang yang ber­beda. Ini terjadi bertahun-tahun tanpa saya sadari.

Waktu terus berjalan, anak saya lulus SMP dan mendapat beasiswa di Singapura. Tibalah saatnya un­tuk berpisah. Barulah saya merasa menyesal karena selama ini tidak memberikan waktu yang cukup untuk dia. Beruntungnya saya, anak saya tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif. Banyak kejadian saat orang tua kurang perhatian, anak bisa saja terjerumus keper­gaulan yang kurang baik. Sekarang saya tidak mau mengulang kesalahan itu terhadap anak ke 2 saya. Saya selalu mengusahakan waktu yang berkualitas dan berinteraksi yang baik, serta memonitor perkem­bangan pelajaran maupun pergaulannya.

Kisah anak yang mau membeli waktu ayahnya benar-benar menyadarkan saya akan pentingnya waktu bers­ama keluarga. Kita kadang tidak menyadari waktu yang begitu cepat berlalu. Anak-anak yang dulu kecil, manis, lucu sekarang sudah beranjak besar. Mereka akan me­ninggalkan para orang tua untuk sekolah dan berumah tangga. Sehingga kebersamaan akan semakin sedikit.

Maka selagi ada waktu, manfaatkan waktu kebersa­maan dengan sebaik mungkin. Jangan sesal kemudian. Ingat waktu tidak bisa diputar ulang dan setiap waktu yang telah lewat merupakan kenangan kita. Apakah itu merupakan kenangan yang indah atau buruk, itu semua berpulang kepada kita semua yang menjalaninya.24 25

Love = Time + Attention

Pentingnya Kebersamaan

Sebetulnya, apakah alasan kita untuk bekerja sangat keras dan mencari kesuksesan karir? Demi uang yang banyak? Atau sesungguhnya demi keluarga kita?

Seringkali kita bekerja terlalu sibuk sehingga kita me­lupakan bahwa di akhir, keluargalah yang terpenting.

Tidak ada gunanya Anda sukses tapi pada akhirnya ke­luarga Anda telah meninggalkan Anda atau hubungan Anda dengan keluarga telah rusak.

Saat bekerja sering terdengar kata-kata “Rasanya waktu sehari 24 jam itu kurang”. Sebetulnya Tuhan itu adil, semua orang di­beri waktu yang sama, yaitu 24 jam. Baik orang kaya, orang miskin, orang pintar, semua sama. Tinggal bagaimana kita me­nyeimbangkan kehidupan dengan mengatur waktu sebaik-baiknya.

Jika tidak bisa menyeimbangkan waktu dengan baik maka akan ada sisi kehidupan yang dikorbankan. Kebanyakan orang lebih memilih “mengorbankan” waktu bersama keluarga.

Padahal anak mendefiniskan cinta dari orangtua se­bagai waktu yang berkualitas bersama. Solusinya adalah melakukan evaluasi waktu bersama. Dalam se­hari, berapakah waktu yang bisa dipergunakan untuk kebersamaan dalam arti waktu yang berkualitas?

Waktu berkualitas itu adalah waktu di mana orang­tua dapat menyampaikan perhatian, kasih sayang dan memberikan pendidikan pada anak-anak mereka. Setiap orangtua berkewajiban menciptakan waktu seperti itu terutama bila ingin melihat anak-anak dapat bertum­buh kembang dengan baik. Waktu berkualitas itu pent­ing khususnya bagi usia balita sampai usia emas karena pada usia tersebut sedang terjadi pertumbuhan fisik, psikologis dan intelektualitas tercepat sehingga orang­tua perlu berperan memberikan stimulus memadai agar perkembangan anak dapat optimal. Ingatlah waktu berkualitas bukan pengganti kuantitas waktu.

Anak akan lebih senang memiliki waktu 1 jam penuh kegembiraan dan perhatian orangtua yang berarti daripada berjam-jam tanpa melakukan apa-apa yang akhirnya akan membosankan.

Waktu berkualitas dapat diisi dengan aktivitas-aktivitas sederhana, spontan, murah dan gratis. Seperti berja­lan pagi bersama, membersihkan tanaman bersama, makan malam bersama, beribadah bersama dan ma­sih banyak lagi. Intinya adalah semua saling berinter­aksi dan saling memperhatikan.

Yang paling utama adalah lakukanlah dengan kon­sisten sehingga akhirnya terbentuk sebuah kebiasaan 26 27

Love = Time + Attention

baru dalam keluarga yaitu memiliki waktu bersama keluarga, waktu yang berkualitas.

Kereta Waktu

WAKTU adalah sesuatu yang tak akan pernah kembali saat sudah berlalu. WAKTU dapat diibaratkan sebagai KERETA yang terus berjalan hingga sampai ke tem­pat tujuan akhirnya. Tumbuh kembang anak ibaratnya adalah ‘Kereta Waktu’ itu, kita tak bisa menghentikan­nya.

Tumbuh kembang anak kita akan terus berlanjut, dari sejak bayi, balita, remaja, hingga pada suatu saat nanti anak kita akan menginjak usia dewasa, usia di mana per­an kita sebagai orangtua sudah akan jauh berkurang. Celotehnya sebagai bayi, tan­gisannya sebagai balita, kenakalannya se­bagai remaja, dan lain-lain hanya bisa kita nikmati dan kita rasakan di satu waktu saja, setelah itu semuanya hanya akan tinggal menjadi kenangan belaka.

Sebagai Orangtua, kita tentu mengharapkan agar anak kita berhasil menjadi orang yang sukses dan bahagia. Jika dibaratkan sebagai ‘Kereta Waktu” maka stasiun yang diharapkan sebagai tujuan akhir anak-anak kita adalah ‘Stasiun SUKSES dan BAHAGIA’.

Pertanyaannya sekarang: Dapatkah ‘Kereta Waktu’ anak-anak kita sampai ke ‘Stasiun SUKSES dan BAHA­GIA’ itu, jika kita sebagai Orangtua tak mengarahkan mereka ke arah sana? Bagaimana caranya agar kita yakin bahwa ‘Kereta Waktu’ anak-anak kita tak men­gambil arah yang salah? Jawabannya sederhana saja: Kita harus menyediakan WAKTU dan PERHATIAN yang cukup untuk mengawasi arah perjalanan ‘Kereta Wak­tu’ tersebut.

Ingat…!! ‘Kereta Waktu’ terus berjalan, dan anak-anak kita ada di dalamnya….!!28 29

Love = Time + Attention


Membaca kisah ini membuat saya tersentuh dengan kepolosan anak tersebut. Di sisi lain juga miris melihat fenomena seperti ini. Sekarang banyak kehidupan kelu­arga yang tidak jauh berbeda dengan kisah ini, dimana orang tua terlalu sibuk dengan urusan masing-masing dan mengabaikan anaknya. Padahal keinginan seorang anak tidaklah muluk, hanya ingin ada waktu bercerita dan bercanda bersama dengan orang tuanya dan ber­kumpul bersama keluarga.

Saya pernah mendengar cerita dari salah satu kerabat. Ada seorang anak yang dititipkan di tempat penitipan anak sampai tidak ingin pulang ke rumah karena lebih nyaman bersama dengan para perawat di situ. Ternya­ta anak tersebut kurang perhatian ketika di rumah. Orang tuanya sangat sibuk sampai tidak pernah sedikit pun berinteraksi dengan anak itu.

Anak-anak yang kurang perhatian dari orang tuanya, pasti akan berusaha mencari perhatian di tempat lain. Anak yang kurang bimbingan dan arahan dari orang tua akan berkemungkinan lebih besar untuk terjerat dalam hal-hal negatif yang merusak pribadi anak tersebut. Ketika suatu hal yang tidak diinginkan menimpa anak itu barulah orang tua tersadar dan menyesal.

Kisah-kisah seperti ini harus lebih sering di expose agar dapat dibaca oleh para orang tua yang barang­kali belum sadar bahwa kesibukannya dapat merusak hubungan keluarga, terutama hubungan dengan anak-anaknya. Dan pada akhirnya akan lebih meluangkan waktu bersama anak-anak dan keluarga.

Pandangan Anak Muda

Kristasia Pangalia, 22 tahun

Universitas Multimedia Nusantara

Penulis Novel “Bidadari Kelab Malam”30 31


Love = Time + Attention

APA SIH YANG

DIHARAPKAN

ANAK-ANAK

DARI ORANGTUANYA?


Kayla Mazel Octavian, 11 tahun, SD Bakti Mulya 400, Jakarta Selatan, kegiatan: Gymnastic

“Aku merasa nyaman di rumah walaupun orangtua ku kerja, tapi kadang aku suka kangen sama Mama dan Papa pada saat mereka pergi kerja.Mama dan Papa kadang suka pulang malam dari kantor, aku suka merasa kesepian walaupun ada adikku Gwen dan mbak di rumah.

Tapi aku tidak pernah merasa kurang perhatian dari Mama dan Papa ku, karena mereka selalu nelpon aku dan Gwen walaupun mereka di kantor. Tiap hari Mama antar aku dan Gwen ke sekolah. Trus tiap weekend mereka selalu ajak aku dan Gwen jalan jalan ke mall dan antar gymnastic ke rockstar gym. Harapanku semoga Mama dan Papa selalu sayang dan perhatiin aku dan Gwen walau­pun mereka tiap hari kerja ke kantor. I Love My Parents.

Maria Annissa Laetitia Vhe­rany Loekitodisastro (Icha), 14 tahun, SMP Pangudi Luhur, Ja­karta Selatan, Kegiatan: Play Guitar Classic + Electronic, band performance, sketching

“Salah satu hal terpenting peran orangtua adalah sela­lu memberikan harapan dan mendampingi anaknya saat terpuruk / titik terendah, untuk mengangkat kembali semua harapan dan mimpi-mimpi besar anak. Saya juga sangat bersyukur Ibu memberikan kami atmosfer demokrasi yang membe­baskan kami melakukan yang kami cintai. I am so blessed and thank God, to have a Mom that always en­courage me, no matter how tough life challenge me, she always offer her shoulder to cry on”.

Marcel Bartholomeus Prase­tyo, 16, Saint Joseph’s Insti­tution, Singapore, Kegiatan Sosial: Humanitarian Organi­zation for Migrant Economics volunteer

Amalia Rizki, 20 tahun, Jurusan Periklanan & PR, Kyungsung Uni­versity Busan – Korea Selatan, kegiatan: Tour Guide, mentor Bahasa Korea untuk adik kelas.

“Nilai-nilai sosial harus ditanamkan sejak awal. Kalau saja dulu orang­tua menanyakan tentang pergaulan saya di sekolah : orang-orang seperti apa yang menjadi teman saya dan bagaimana saya bersikap secara sosial di sekolah, dan tahu bahwa ada generation gap, lalu memberi saran-saran berguna yang mungkin datang dari orang-orang yang tahu tentang gen­erasi muda, mungkin saja sekarang saya rindu pada teman-teman SMPK Penabur Gading Serpong. Teman-teman saya sewaktu SMP tidak sedikit, namun tak sebanyak orang-orang lain, tak banyak yang lawan jenis, dan saya sepertinya seorang pendiam”.

“ Orangtua saya memang me­miliki kesibukan yang berbeda. Keadaan jarak yang sangat jauh membuat saya tidak terlalu me­mikirkan arti cinta orangtua ter­hadap saya. Aku bahagia karena Mama selalu konsisten menanya­kan kabar saya, dimulai dari hal-hal yang terkecil ( makan, kuliah) hingga memposisikan diri seba­gai teman ngobrol ketika saya dalam kondisi apapun. Arti cinta dari Mama menurut saya adalah bagaimana ia tidak memikirkan waktunya ( kesibukannya) dalam mencintai kehidupan saya” 32 33

 


::BCA::=>

Menggugah gagasan, merefleksikan pemikiran dan menerobos relung harapan